PERKEMBANGAN STANDAR AUDIT DAN PERKEMBANGAN STANDAR PROFESI ETIKA
AUDIT
1. Perkembangan Standar Audit
a. Pengertian Standar Audit
Standar Profesional
Akuntan Publik (disingkat SPAP) adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar
teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi Akuntan Publik di Indonesia. SPAP adalah merupakan hasil pengembangan
berkelanjutan standar profesional akuntan publik yang dimulai sejak tahun 1973.
Pada tahap awal perkembangannya, standar ini disusun oleh suatu komite dalam
organisasi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang diberi nama Komite Norma
Pemeriksaan Akuntan. SPAP merupakan kodifikasi berbagai pernyataan standar
teknis dan aturan etika. Pernyataan standar teknis yang dikodifikasi dalam buku
SPAP ini terdiri dari :
- Pernyataan Standar Auditing
Standar auditing terdiri dari
10 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA).
- Pernyataan Standar
Atestasi
Standar atestasi
memberikan kerangka untuk fungsi atestasi bagi jasa akuntan publik yang
mencakup tingkat keyakinan tertinggi yang diberikan dalam jasa audit atas
laporan keuangan historis, pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, serta
tipe perikatan atestasi lain yang memberikan keyakinan yang lebih rendah
(review, pemeriksaan, dan prosedur yang disepakati). Standar atestasi terdiri
dari 11 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Atestasi (PSAT).
- Pernyataan Jasa Akuntansi dan Review
Standar Jasa Akuntansi
dan Review memberikan rerangka untuk fungsi nonatestasi bagi jasa akuntan
publik yang mencakup jasa akuntansi dan review.
- Pernyataan Jasa Konsultansi
Standar Jasa Konsultansi
memberikan panduan bagi praktisi yang menyediakan jasa konsultansi bagi
kliennya melalui kantor akuntan publik.
- Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
Dalam perikatan jasa
profesional, kantor akuntan publik bertanggung jawab untuk mematuhi berbagai
standar relevan yang telah diterbitkan oleh Dewan dan Kompartemen Akuntan
Publik. Dalam pemenuhan tanggung jawab tersebut, kantor akuntan publik wajib
mempertimbangkan integritas stafnya dalam menentukan hubungan profesionalnya.
Standar auditing
merupakan suatu panduan audit atas laporan keuangan historis. Didalamnya
terdapat 10 standar yang secara rinci dalam bentuk pernyataan standar auditing
(PSA). Berikut akan dipaparkan tentang standar auditing yang telah ditetapkan
dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia :
1. Standar Umum
Audit harus dilaksanakan
oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup
sebagai auditor. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. Dalam
melaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib mengggunakan
kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
Pekerjaan harus
direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan
semestinya. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan
dilakukan. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
3. Standar Pelaporan
Laporan auditor harus
menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor harus menunjukkan
atau menyatakan jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam
penyusunan laporan keuangan perode berjalan dibandingkan dengan penerapan
prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. Pengungkapan infomatif
dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam
laporan auditor. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan.
b. Perkembangan Standar Audit
Tahun 1972 Ikatan
Akuntan Indonesia berhasil menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, yang disahkan
di dalam Kongres ke III Ikatan Akuntan Indonesia. Pada tanggal 19 April 1986,
Norma Pemeriksaan Akuntan yang telah diteliti dan disempurnakan oleh Tim Pengesahan,
serta disahkan oleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia sebagai norma
pemeriksaan yang berlaku efektif selambat-lambatnya untuk penugasan pemeriksaan
atas laporan keuangan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 1986. Tahun
1992, Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, Edisi
revisi yang memasukkan suplemen No.1 sampai dengan No.12 dan interpretasi No.1
sampai dengan Nomor.2. Indonesia merubah nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan
menjadi Dewan Standar Profesional Akuntan Publik. Selama tahun 1999 Dewan
melakukan perubahan atas Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994
dan menerbitkannya dalam buku yang diberi judul “Standar ProfesionalAkuntan
Publik per 1 Januari 2001”.
Standar Profesional
Akuntan Publik per 1 Januari 2001 terdiri dari lima standar, yaitu:
1. Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang
dilengkapi dengan InterpretasiPernyataan Standar Auditing (IPSA).
2.
Pernyataan Standar
Atestasi (PSAT) yang dilengkapi dengan InterpretasiPernyataan Standar Atestasi
(IPSAT).
3.
Pernyataan Standar Jasa
Akuntansi dan Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan
Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR).
4.
Pernyataan Standar Jasa
Konsultasi (PSJK) yang dilengkapi denganInterpretasi Pernyataan Standar Jasa
Konsultasi (IPSJK).
5.
Pernyataan Standar
Pengendalian Mutu (PSPM) yang dilengkapi denganInterpretasi Pernyataan Standar
Pengendalian Mutu (IPSM).
2. Perkembangan Standar Etika Profesi Akuntansi
Profesi akuntan sudah
ada sejak abad ke-15, walaupun sebenarnya masih dipertentangkan para ahli
mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Di Inggris pihak yang bukan
pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk
memeriksa mengenai kecurigaan yang terdapat di pembukuan laporan keuangan yang
disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut sejarahnya para
pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola/
dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara
pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua
belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan
pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana
kadang-kadang merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh
pengelolanya atau mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif
yang mungkin dapat merugikan pemilik dana.
Keadaan inilah yang
membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat
untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan pengelola dana. Pihak
itulah yang dikenal sebagai Auditor.
Menurut International
Federation of Accountants (dalam Regar, 2003) yang dimaksud dengan profesi
akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang
akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan yang bekerja di
pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Agar profesi Akuntan
dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi lainnya, maka
harus memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat sebagai objek dan sebagai
pihak yang memerlukan profesi, mempercayai hasil kerjanya. Adapun ciri profesi
menurut Harahap (1991) adalah sebagai berikut:
1. Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya yaitu yang merupakan pedoman
dalam melaksanakan keprofesiannya.
2. Memiliki kode etik sebagai pedoman yang mengatur tingkah laku
anggotanya dalam profesi itu.
3. Berhimpun dalam suatu organisasi resmi yang diakui oleh
masyarakat/pemerintah.
4. Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
5. Bekerja bukan dengan motif komersil tetapi didasarkan kepada
fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat.
Persyaratan
ini semua harus dimiliki oleh profesi Akuntan sehingga berhak disebut sebagai
salah satu profesi. Perkembangan profesi akuntan di Indonesia dapat dibagi
menjadi tiga, yaitu :
a) Masa Orde Lama
Praktik akuntansi di
Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar tahun 1642. Jejak
yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada
tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang
berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan
berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan
oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda-yang merupakan organisasi
komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik
bisnis di Indonesia selama era ini.
Kegiatan ekonomi pada
masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun 1900an. Hal
ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak
yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong
munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih.
Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada
tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya
diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu
kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Internal
auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn-yang
sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan
pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van
Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Pengiriman Van Schagen
merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government
Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik yang
pertama adalah Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia
pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu
kantor akuntan H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting
Accountant Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang
bekerja sebagai akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang
akuntansi adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan
Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929.
Kesempatan bagi akuntan
lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda
dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa
Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model Belanda masih
digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan
akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Pada tahun
1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas Indonesia.
Namun demikian, kantor akuntan publik milik orang Belanda tidak mengakui
kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan lulusan Universitas
Indonesia bersama-sama dengan dengan akuntan senior lulusan Belanda mendirikan
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember 1957. professor Soemarjo
Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan Belanda adalah Ketua Umum IAI yang
pertama. Tujuan didirikannya IAI ini antara lain mempromosikan status profesi
akuntansi, mendukung pembangunan nasional dan meningkatkan keahlian serta
kompetensi akuntan.
Atas dasar nasionalisasi
dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi
model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi model Amerika
mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang terjadi di lembaga
pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang
menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan akuntansi di
Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas Sumatera Utara 1962,
Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada 1964 telah mendorong
pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun
1960.
Selama tahun 1960an,
menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan permintaan jasa
akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi akuntansi di
Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik yang terjadi
pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi akuntansi.
b) Masa Orde Baru
Profesi akuntansi mulai
berkembang cepat sejak tahun 1967 yaitu setelah dikeluarkannya Undang-Undang
Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri 1968.
Usaha profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan konvensi
akuntansi yang pertama yaitu pada tahun 1969. hal ini terutama disebabkan oleh
adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan bersertifikat
menjadi anggota IAI.
Pada tahun 1970 semua
lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika. Pada pertengahan tahun
1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi
ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi
yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar-dengan dukungan praktik
akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat
dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional.
Pada tahun 1973, IAI
membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk mendukung terciptanya
perbaikan ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan Pengembangan Ilmu Akuntansi
Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk mendukung pengembangan profesi
melalui program pelatihan dan kegiatan penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985
dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi (TKPA). Kegitan TKPA ini
didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun
1993. misinya adalah untuk mengembangkan pendidikan akuntansi, profesi
akuntansi, standar profesi dan kode etik profesi.
Kemajuan selanjutnya
dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori Proyek
Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar akuntansi dan
auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian Sertifikasi Akuntan
Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan Publik berstandar
Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan publik yang
berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai akuntan
public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini mendapat
dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri Keuangan No.
43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur perizinan,
pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini kemudian
diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).
Empat puluh lima tahun
setelah pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi yang diakui
keberadaanya di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik, akuntan
manajemen, akuntan pendidikan dan akuntan pemerintahan.
Profesi akuntansi
menjadi sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada tahun 1997
yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di Indonesia. Hal
ini disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut, banyak yang
mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit opinions) dari
akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB) menyetujui
Financial Governance Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk mendukung
usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan perusahaan
(governance) di sektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang disetujui
pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat :
1. Auditor bertanggung jawab atas kelalaian dalam
melaksanakan audit.
2. Direktur bertanggung jawab atas informasi yang
salah dalam laporan keuangan dan informasi publik lainnya.
c) Masa Sekarang
Jatuhnya nilai rupiah
pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk
memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan
konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan
pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi
atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan
secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya
kualitas keterbukaan informasi (transparency).
Walaupun demikian,
keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi
kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah,
perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh
perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik.
Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
1. Tumbuhnya pasar modal.
2. Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan
baik bank maupun non-bank.
3. Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam
rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan
di Indonesia.
4. Berkembangnya penanaman modal asing dan
globalisasi kegiatan perekonomian
Pada
awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah
(Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang
dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha
tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat
perkembangan yang harus diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
1. Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang
tersedia bagi masyarakat.
2. Makin baiknya transportasi dan komunikasi.
3. Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup
yang lebih baik.
4. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional
sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi
perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan
menimbulkan:
1. Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan,
ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya
meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
2. Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam
profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien,
mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
3. Kebutuhan akan standar teknis yang makin tinggi
dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan akan
menjadi makin beragam dan rumit.
Tahun
2001, Departemen Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan
Undang-Undang Akuntan Publik yang baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan
dibenetuknya UU Akuntan Publik adalah :
1. Melindungi kepercayaan publik yang diberikan
kepada akuntan public.
2. Memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi
akuntan publik.
3. Mendukung pembangunan ekonomi nasional dan
menyiapkan akuntan dalam menyongsong era liberalisasi jasa akuntan publik.
Hal
penting dalam RUU AP ini adalah ketentuan yang menyebutkan bahwa akuntan publik
dan kantor akuntan publik dapat dituntut dengan sanksi pidana.
Sumber :